Hot!

14 Legenda Dewa Buddha Part 1

Sam Cun Tay Hud / Sam Po Hut 
Sam Cun Tay Hud atau Sam Po Hut adalah Tri Buddha yang juga dikenal dengan sebutan Tri Kaya, Tri Loka dan Tri Ratna (Tiga Mestika). Mereka terdiri dari: Buddha Sakyamuni (Se Cia Mo Ni Fo), Buddha Bhaisajyaguru (Yao Shi Fo) & Buddha Amitabha (Amitofo).
Buddha Sakyamuni (623 - 543 SM) berayahkan seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maha Maya yang berhati suci dan luhur. Sebelum melahirkan, Dewi Maha Maya bermimpi didatangi seekor gajah putih mempersembahkan setangkai teratai. Disaat lahir Beliau disambut sebagai Maha Bhodisatva. Empat Maha Brahma (Dewata) menerima sang bayi dengan jalan emas, dan dari angkasa turun air dingin serta air panas. Dari bumi muncul bejana emas untuk memandikan sang bayi. Di udara terdengar alunan suara yang merdu, burung2 berkicauan dan bunga bermekaran. Kemudian bayi Maha Bhodisatva melangkah 7 kali, dari ke 7 pijakan muncul bunga teratai merah kuning emas disertai gempa bumi dan bunga2 mandarava turun bertebaran dari angkasa yang disebarkan oleh para raja naga. Kisah kelahirannya ini tercatat dalam kitab Sakyamuni Buddha. Arca (Kim Sin) nya terlihat Beliau memegang bola dunia sebagai lambang abadi sepanjang masa. 
Buddha Bhaisajyaguru (Buddha Guru Pengobatan) adalah Buddha masa lalu sebelum Buddha Sakyamuni mencapai Pencerahan. Dikatakan Beliau adalah Buddha dari Alam Timur, khusus memberi berkah penyembuhan dari penyakit, mencegah bencana serta panjang umur. Arca (Kim Sin) nya serupa dengan Buddha Sakyamuni namun Buddha Baisajyaguru terlihat memegang mangkok/Patra/Pagoda. Nama lengkapnya adalah Yok Su Lin Li Kong Hud.
Buddha Amitabha (O Mi To Hud) juga Buddha dari masa lalu. Beliau bermukim di Alam Barat (See Hong Kek Lok See Kay) yang merupakan tanah suci bagi kaum Budhis. Nama Beliau selalu diucapkan dalam kesempatan apapun karena umatnya percaya kepada janjinya yang akan membawa roh2 yang berjodoh ke Alam Barat.Buddha Amitabha, Koan Im Pho Sat dan Tay Si Ci Pho Sat bertiga terkenal dengan sebutan See Hong Sam Seng (Tri Suci dari Alam Barat).

Mi Le Fo / Maitreya 
Nama ini berasal dari bahasa Sansekerta. Menurut uraian yang bersifat tradisional, beliau akan mencapai tingkat ke-Buddhaannya ketika beliau sedang berada di bawah Pohon Jambudvipa, setelah Hyang Buddha Sakyamuni mencapai pencerahan agungnya yang sempurna.
Demikianlah, kemudian Beliau akan dinamakan BUDDHA MAITREYA. Dikatakan pula, bahwa beliau akan menggantikan Buddha Sakyamuni, setelah hidup di Surga Tusita untuk keseluruhan hidupnya. Beliau juga dinamai Bodhisattva yang siap untuk mengisi posisi yang kosong untuk keseluruhan kehidupan yang ditetapkan
Bodhisattva Maitreya menjadi tokoh utama di bidang Buddha Dhamma, dan mendiami bagian dalam istana di Surga Tusita. Sampai 567 juta tahun, Beliau akan turun ke dunia, dan mencapai ke-Buddhaannya di bawah Pohon Bunga Ular Naga yang tumbuh di taman bunga.Kemudian akan ada 3(tiga) Perhimpunan Dharma atau Dewan Dharma yang akan Beliau bentuk. Dan Dewan-Dewan Dharma itu akan dinamai Tiga Dewan Dharma di Bawah Pohon Bunga Ular Naga. Menurut kitab suci agama Buddha yang dinamai Sutra Ekottara-Agama, jumlah dari makhluk - makhluk hidup yang mengalami penderitaan, yang akan diselamatkan, dapat diseberangkan hingga tiba di Pantai Nirvana dengan selamat, yang jumlahnya tidak terhitung.
Pada Dewan Dharma yang pertama, jumlah makhluk yang dapat diselamatkan akan berjumlah 960 juta. Sedangkan pada Dewan Dharma kedua, sebanyak 940 juta. 
Pada Dewan Dharma yang ketiga, yang dapat diselamatkan akan berjumlah 920 juta orang.
Selama periode waktu melaksanakan pembinaan diri menjalankan Jalan ke-Bodhisattva-an-nya itu, Bodhisattva Maitreya akan melaksanakan cara pembinaan terhadap orang - orang lain sesuai cara Beliau sendiri. Yaitu Beliau tidak menggaris bawahi pentingnya meditasi, maupun latihan spiritual dengan menyakiti badan dalam usahanya untuk melenyapkan atau membebaskan diri dari penderitaan. 
Tetapi Beliau menggaris bawahi pentingnya pelaksanaan berdana, beramalbhakti, bersemangat tinggi dalam mengejar kemajuan spiritual, berwatak cinta kasih dan welas asih serta bersifat bijaksana. Cara pembinaan diri yang dilakukan oleh Bodhisattva Maitreya ini, berbeda dengan cara yang dianut oleh para Sravaka.
Para Sravaka mengambil cara bertapa brata, menyakiti badannya dalam usahanya untuk membebaskan diri dari penderitaan, dan agar memperoleh ijazah atau hak masuk ke tahap Nirvana.
Bodhisattva Maitreya secara sengaja membiarkan diri Beliau terkena apa yang dinamakan illusi (terkena pandangan yang tidak seperti apa adanya, atau keadaan - keadaan yang bersifat tidak sejati), sehingga tetap dapat berada di lingkungan makhluk - makhluk yang menderita dan dapat menyelamatkannya.
Terdapat cerita mengenai reinkarnasi dari Bodhisattva tersebut, Di bagian akhir dari zaman Dynasti Tang, hidup seorang pertapa yang bernama Pu Tai ( yang artinya orang yang membawa tas terbuat dari kain ), yang telah menyebarluaskan Buddha Dharma sepanjang hidupnya.
Setelah sang pendeta tersebut wafat , Beliau meninggalkan syair yang berbunyi sebagai berikut : "Maitreya tetap bersifat Maitreya yang sejati. Dia manifes, mengejawantah, menjelma ke dunia, menjadi jutaan badan-badan yang telah mengalami perubahan wujud dari wujudnya yang semula. Sepanjang keseluruhan waktunya , dia telah manifes di hadapan makhluk-makhluk hidup yang tidak mengenal siapa sebenarnya yang ada dihadapannya itu".
Umat Buddha yang mempercayai Sang Pendeta yang telah mencapai Nirvana tersebut, setelah zaman Dynasti Tang memuja Sang Pendeta sebagai wujud atau diri Bodhisattva Maitreya yang telah mengambil tubuh yang mengalami perubahan. Kebanyakan lukisan-lukisan mengenai Bodhisattva Maitreya itu dilukiskan berdasarkan penampakan atau meniru tubuh Pendeta Pu Tai itu.

Ti Cang Wang Pu Sa - Ksitigarbha
Bila diterjemahkan nama Bodhisattva Ksitigarbha artinya Bumi tempat menyimpan ke-sepuluh Sutra (kitab suci agama Buddha) Roda Kehidupan.
Sang Mahasattva ini dikenal secara populer di kalangan rakyat berbagai bangsa di dunia. Karena Beliau telah menyeberangkan, menyelamatkan makhluk - makhluk yang menderita hingga tiba di Pantai Nirvana, sesuai dengan Sumpah Maha Suci Beliau yang bunyinya : " Apabila alam neraka belum habis mahkluk - makhluk yang harus diselamatkan, maka saya tidak akan mau memperoleh tingkat Ke-Buddha-an saya, yang sebenarnya telah menjadi hak saya". Ketika Umat Buddha berusaha menyeberangkan nenek moyang dan saudara-saudaranya yang telah meninggal. mereka selalu mempercayakannya kepada Bodhisattva Ksitigarbha untuk menolong perlindungannya.

Diantara Bodhisattva yang sangat banyak ini, Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Ksitigarbha sangat diyakini dan dipuja oleh umat Buddha Mahayana, dikarenakan sifat Maha Penolongnya. Dalam satu Sutra Buddhis yang sangat terkenal , Buddha menceritakan bahwa Ksitigarbha pernah terlahir sebagai seorang Puteri Brahman yang bernama Gadis Suci. Ketika Ibunya meninggal, ia sangat bersedih hati. 
Dikarenakan di masa hidupnya, Ibunya sering mengumpat Tri Ratna, maka dilahirkan di alam neraka. Untuk menyelamatkan Ibunya yang tersiksa di Neraka, ia memberikan persembahan kepada Buddha. Ia berdoa degan kesungguhan hati agar Ibunya dibebaskan dari siksaan neraka dan memohon kepada Buddha agar menolongnya. 
Suatu hari, ketika ia sedang memohon pertolongan, Hyang Buddha menasehati agar ia segera pulang. Kemudian diperintahkan agar melakukan meditasi dengan bimbingan Hyang Budhha, sehingga ia dapat mengetahui dimana ibunya erada.Melalui meditasi ia dapat mengunjungi neraka dan bertemu dengan penjaga neraka. 
Penjaga memberitahukan kepadanya, bahwa berkat persembahan dan doanya, Ibunya telah dilepaskan dari neraka dan dimasukkan ke surga. Ia sangat senang dan merasa lega, karena Ibunya telah bebas dari penderitaan. Namun demikian, karena ia melihat makhluk-makhluk neraka lainnya yang menderita siksaan, ia merasa sangat iba sehingga ia berkata : " saya akan berusaha membebaskan semua makhluk neraka dari penderitaan selaam hidup saya". Sejak saat itu, Gadis suci menjadi seorang Bodhisattva dan kemudian dikenal sebagai Bodhisattva Ksitigarbha.

Dewi  Kwan Im Seribu Tangan
Jauh sebelum diperkenalkannya agama Buddha pada akhir Dinasti Han (tahun 25 - 228), Koan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba dengan sebutanPek Ie Tai Su yaitu Dewi berjubah putih yang welas asih.  Kemudian Beliau diketahui sebagai perwujudan dari Buddha Avalokitesvara.
Dalam perwujudannya sebagai pria, Beliau disebut Koan Sie Im Pho Sat. Didalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng) disebutkan ada 33 perwujudan atau penjelmaan Koan Im Pho Sat. Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu) ada 84 rupa yang berbeda sebagai pengejawantahan Koan Im Pho Sat sebagai Bodhisatva yang mempunyai kekuasaan besar. Altar utama di kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada  Koan Im Pho Sat dengan perwujudannya sebagai Buddha Vairocana, dan di sisi kiri/kanan berderet masing ke-16 perujudan Beliau lainnya.
Dikenal secara luas sebagai Dewi Welas Asih, yang dipuja tidak hanya terbatas di kalangan Budhis saja, tetapi juga di kalangan Tao dan semua lapisan masyarakat awam di pelbagai negara terutama di benua Asia.      
Perwujudan Beliau di altar utama Kim Tek Ie adalah sebagai King Cee Koan Im (Koan Im membawa Sutra memberi pelajaran Buddha Dharma kepada umat manusia). 
Disamping itu terdapat wujud Koan Im Pho Sat dalam Chien Chiu Koan Im (Koan Im Bertangan Seribu) sebagai perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umat-Nya. Memang pada awalnya pada tahun 1650, kelenteng ini didirikan oleh Luitnant Tiongkoa Kwee Hoen untuk Koan Im Pho Sat dengan nama Koan Im Teng (Paviliun Koan Im).
Pendampingnya yang setia adalah Kim Tong (Jejaka Emas) dan Giok Li(Gadis Kumala), atau yang biasa disebut Sian Cay & Liong Nio. Sebutan kepada Beliau yang lengkap adalah Tay Cu Tay Pi, Kiu Kho Kiu Lan, Kong Tay Ling Kam, Koan Im Sie Im Pho Sat.
      
Chien Chiu Koan Im (Koan Im Bertangan Seribu) atau kadang disebut juga Chien Shou Chien Yen Koan Im (Koan Im Bertangan Seribu & Bermata Seribu) merupakan salah satu bentuk Koan Im yang terkenal. Masing-masing tangan menggenggam benda pusaka keagamaan, antara lain bunga dan senjata penakluk iblis.
Dalam legenda dikisahkan, pada waktu beliau sedang dalam meditasi dan merenungkan tugasnya untuk menyelamatkan umat manusia, kepalanya tiba-tiba terbelah menjadi seribu keping, tepat pada saat beliau menyadari betapa berat dan besarnya hal yang dilakukan itu. Buddha Amitabha sebagai pembimbingnya cepat datang untuk menolong dan menghidupkan kembali Koan Im, serta memberikan kesaktian untuk berubah menjadi bentuk kepala seribu, mata seribu dan tangan seribu.
Di Kelenteng Pu Ning Si, Cheng De, Tiongkok Utara, yang terletak di dalam komplek Istana Kekaisaran untuk persinggahan musim panas, terdapat sebuah pratima Koan Im bertangan seribu yang terbuat dari pahatan kayu, yang merupakan pratima kayu terbesar di dunia. Patung ini tingginya 22 meter dan dibuat pada tahun 1755.

Da Shi Zhi Phu Sa / Mahasthamaprapta Bodhisattva 
Namo Bodhisattva Mahasthamaprapta dari bahasa sansekerta. terdapat beberapa versi terjemahannya, yang semuanya berbeda-beda. Menurut kitab suci Agama Buddha yang dinamai :”Sutra mengenai hal-hal yang harus dituruti, agar dapat dicapai kehidupan yang lamanya tak dapat diukur”.

Cahaya Kebijaksaan Beliau itu mendominasi secara universal dan menyebabkan makhluk-makhluk hidup dapat terpisah dari tiga jalan kejahatan. Ketika Bodhisattva Mahasthamaprapta itu menggunakan kekuatan Beliau yang maha hebat, sehingga beliau dinamakan Bodhisattva yang mempunyai kekuatan yang sangat besar.

Di tanah suci yang para penghuninya dapat menghayati kehidupan dengan memperoleh berkah keselamatan (dari Tuhan Yang Maha Esa) dan kebahagiaan yang paling tinggi yang diperintah oleh Hyang Buddha Amitabha, terdapat dua Bodhisattva yang memperoleh kehormatan. Yang satu adalah Bodhisattva Avalokitesvara, yang melambangkan berkah, keselamatan dan cinta kasih serta welas asih. Yang seorang lagi adalah Bodhisattva mahasthamaprapta, yang melambangkan inteligensi dan kebijaksanaan. Kedua Bodhisattva ini adalah pembantu utama dari Buddha Amitabha. Demikianlah, di Tanah Suci (Surga Sukhavati), Buddha Amitabha dan dua orang Bodhisattva yakni Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahastamaprapta.

Bodhisattva Mahastamaprapta mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Buddha Amitabha dan Bodhisattva Avalokitesvara. Sebelum Hyang Amitabha mencapai buah dari ke-Buddha-annya, Bodhisattva Mahasthamaprapta telah memberikan pelayanannya sebagai pembantu utama Calon Buddha itu bersama-sama dengan Bodhisattva Avalokitesvara.

Pada zaman yang akan datang, Bodhisattva Mahasthamaprapta itu akan mengikuti Bodhisattva Avalokitesvara untuk mencapai tingkat Kebuddhaannya. Dan Beliau akan dinamai Buddha Raja yang berhiaskan intan berlian dan bertahta di singgasana jasa-jasa kebaikan dan kebajikan kebajikan yang tinggi.

Menurut Kitab suci Agama Buddha yang dinamai Sutra Shurangama, Bodhisattva Mahasthamaprapta telah melatih samadhi dengan menyebut secara berulang-ulang nama Buddha sebagai dasar berpijaknya meditasinya. sehingga Beliau dapat mengajarkan kepada makhluk-mahluk hidup agar juga menyebut, mengucap secara berulang-ulang nama Buddha yang dapat merupakan Pembuka Pintu Dharma.

Pikiran Beliau telah dituangkan didalam kalimat sebagai berikut : ” Karena Sang Buddha telah memiliki belas kasihan yang sangat mendalam kepada semua makhluk hidup, maka para Tathagata yang menghuni di sepuluh penjuru mata angin itu selalu memikirkan semua mahkluk pula. Apabila mahkluk-makhluk ingat kepada Hyang Buddha dan menyebut secara berulang-ulang nama Beliau, maka karena pada saat kematiannya kelak akan dapat melihat dan bertemu dengan Hyang Buddha.”

Ajaran Bodhisattva Mahasthamaprapta itu berupa : “Agar manusia belajar mengontrol, menguasai, mengendalikan ke-Enam Akar (atau benih dari fikiran yang kurang baik), dan belajar berfikir secara terus-menerus mengenai kemurnian, agar dapat dicapai keadaan samadhi”.

Pintu Dharma ini telah diterima oleh umat Buddha Mahayana Sekte Tanah Suci sebagai aturan penting untuk diikuti.

 Tat Mo Coo Su

Tat Mo Coo Su (達摩祖師) atau Bodhi Dharma berasal dari India. Beliau adalah Patriach ke-28 dan juga Patriach pertama dalam Zen Buddishme di Tiongkok. Datang ke Tiongkok pada tahun 520 memasuki Tiongkok lewat Kwitang dan kemudian menetap di biara Shao Lin, pegunungan Siong San, Ho Lam. Aliran yang dibawanya kemudian disebut sebagai Zen Buddishme yaitu merupakan salah satu sekte penting dalam agama Buddha Mahayana.
Mulanya Zen Buddishme (Dhyana/Meditasi) ini dipengaruhi oleh ajaran2 Tao dan Khong Hu Cu, namun pada perkembangannya, Zen Buddhisme ini mempengaruhi kembali Neo Confucianisme yang terbentuk pada masa Dinasti Song (960 - 1279).
Tat Mo Coo Su di biara Shao Lim mengajarkan latihan-latihan meditasi yang ketat dan dengan in pula akhirnya dikembangkan menjadi berbagai ilmu bela diri (Siao Lim Kung Fu)

Tai Shang Lao Jun 
 
Maha Dewa Tai Shang Lao Jun (Dai Shang Lao Jun)
Maha Dewa Tai Shang Lao Jun adalah Dewa Tertinggi dari semua Dewa Dewi yang ada dalam Agama TAO. Hari besarnya adalah tanggal 15 bulan 5 Imlek.
 
Maha Dewa Tai Shang Lao Jun pernah tiga kali turun ke bumi, pertama sebagai Ban Ku Shi, kedua turun lagi sebagai Huang Ti, dan ketiga turun kembali sebagai Lao Zi.
 
Dalam Agama TAO, Lao Zi lebih dikenal sebagai Nabi Agama TAO yang utama, dimana Nabi Lao Zi menulis Kitab Suci Agama TAO dengan judul Tao Tek Cing 
Walaupun Nabi Lao Zi yang mengajarkan ajaran Agama TAO, namun ajaran TAO pertama kali disebut sebagai agama oleh Zhang Tao Ling, pada zaman Dinasti Han Timur ( Tong Han ).
 
Karena itu secara singkat sejarah Agama TAO diyakini berasal dari Huang Ti ( Kaisar Kuning ) sejak 27 abad sebelum tahun masehi, dikembangkan oleh Lao Zi dan terorganisasi menjadi sebuah institusi Keagamaan ( Agama TAO ) yang lengkap oleh Zhang Tao Ling.

Jiu Tian Xian Nu 

Seperti yang sudah umat TAO ketahui, Jiu Tian Xuan Nu merupakan salah satu Dewi Besar TAO. Jiu Tian Xuan Nu adalah Dewi yang sering membantu pahlawan-pahlawan.
 
Konon, cerita pada jaman raja satria Huang Ti yang pernah mengajarkan rakyat menanam palawija.
 
Sebelum Huang Ti menyatukan negara, Beliau pernah perang dasyat melawan Je Yu. Je Yu itu adalah sebangsa hewan yang aneh, badannya merupakan binatang tapi dia memakai bahasa manusia, juga makan batu dan pasir untuk hidup. Je Yu ini biasa disebut badan kuningan kepala besi.
 
Pada waktu perang di daerah Juk Luk, Je Yu ini membuat kabut besar yang menyebabkan tentara-tentara Huang Ti menjadi kehilangan arah. Tetapi untungnya para anak buah itu menciptakan kereta kompas. Dengan kereta tersebut, mereka baru bisa lolos dari kepungan kabut tadi.
 
Sedang pusing dengan taktik perang, malamnya Huang Ti bermimpi bertemu dengan Dewi SI WANG MU dan berkata padanya: "Saya akan mengirimkan utusan untuk membantu kamu, kamu akan menang perang". Lalu Huang Ti membuat altar dan berdoa / sembahyang tiga hari tiga malam. Hasilnya, nampaklah Jiu Tian Xuan Nu (   ), memberinya Kitab Suci, Pusaka, Buku Perang dan lain-lainnya; hingga Huang Ti dapat mengalahkan Je Yu dan dapat menyatukan negara.
 
Waktu itu, yang Huang Ti dapatkan adalah Buku Suci HUANG TI YIN FU CING yang dihargai oleh generasi selanjutnya.
 
Konon, Jiu Tian Xuan Nu pernah mambantu Sung Ciang.
 
Sung Ciang ini merupakan Ketua daerah Liang San Be yang sering membantu orang-orang miskin yang kekurangan.
 
Dalam cerita buku "SUI HU JUAN", pada waktu Sung Ciang dalam perjalanan menuju Liang San Be, dia dikejar-kejar oleh musuh. Lalu dia bersembunyi di dalam sebuah kuil, ternyata dia diketahui oleh musuhnya, kelihatan maut sudah menunggu. Namun, pada saat detik-detik bahaya, di belakang altar dalam kuil tersebut timbul gumpalan awan hitam dan meniupkan seuntai angin keras yang dingin. Musuh yang mengejar ketakutan melihat keadaan aneh mendadak itu dan lari tunggang langgang.
 
Tidak lama kemudian, tampak dua anak perempuan berbaju hijau di hadapan Sung Ciang dan mengajaknya pergi untuk menemui Seorang Dewi. Dewi tersebut adalah Jiu Tian Xuan Nu. Kemudian, Sung Ciang diajak makan kurma dari DIAN dan minum arak yang harum. Jiu Tian Xuan Nu juga berkata padanya: "Saya akan memberitahu kamu tiga jilid Buku Langit, kamu harus bisa menjalankan TAO dengan baik, jadi orang harus jujur, setia kawan, setia pada negara, yang jelek dan yang sesat dikikis semua dan dikembalikan pada kebenaran". Dewi Jiu Tian Xuan Nu juga berpesan bahwa buku-buku itu tidak boleh diperlihatkan pada orang lain, sesudah mantap, bakarlah buku-buku tersebut. Dewi juga menurunkan empat kata-kata langit yang cocok menjadi ramalan hidup Sung Ciang di kemudian hari.
 
Sesudah kejadian itu, Sung Ciang masih pernah bertemu lagi dengan Dewi Jiu Tian Xuan Nu, yaitu pada waktu dia jadi Jendral Dinasti Sung yang sedang perang sengit dengan tentara-tentara negeri Liaw. Dewi Jiu Tian Xuan Nu mangajarkan tehnik perang yang kongkrit.
 
Dewi Jiu Tian Xuan Nu selalu mengulurkan tangan waktu raja kesatria dan pahlawan-pahlawan sedang mengalami kesulitan, sehingga boleh dikata sebagai "DEWI MEMBANTU".
 
Selain itu Dewi Jiu Tian Xuan Nu juga mengajarkan cara-cara perang yang kongkrit. Oleh karena itu, ada orang yang menganggap Dewi Jiu Tian Xuan Nusebagai "DEWI PERANG

Er Lang Shen / Thian Kou 
  Er Lang Shen (二郎神) adalah Malaikat Pelindung Kota Sungai. Beliau adalah putra Li Bing, seorang Gubernur dari propinsi Xi Chuan, yang hidup di zaman dinasti Qin.
Pada masa itu, Sungai Min (Min Jiang, salah satu cabang Sungai Yang Zi yang bermata air di wilayah Xi Chuan), seringkali mengakibatkan banjir di wilayah Guan Kou (dekat Cheng Du). Sebagai gubernur yang peka akan penderitaan rakyat, Li Bing mengajak putranya Li Er Lang, meninjau daerah bencana dan memikirkan penanggulangannya.
Li Bing bertekad mengakhiri semua ini, dan berusaha menyadarkan rakyat bahwa bencana dapat dihindarkan asal mereka mau bergotong-royong memperbaiki aliran sungai. Usaha ini tentu saja ditentang para dukun yang melihat bahwa mereka akan rugi apabila rakyat tidak percaya lagi kepada mereka.
Untuk menghadapi mereka, Li Bing mengatakan bahwa putrinya bersedia menjadi pengantin Raja Naga untuk tahun itu. Ia minta sang dukun memimpin upacara. Sebelumnya, Li Bing memerintahkan Er Lang untuk menangkap seekor ular air yang besar, dimasukkan ke dalam karung dan disembunyikan di dasar sungai.
Pada saat diadakan upacara mengantar pengantin di tepi sungai, Li Bing mengatakan kepada dukun kepala bahwa ia ingin sang Raja Naga menampakkan diri agar rakyat bisa melihat wajahnya. Sang dukun marah dan mengeluarkan ancaman. Tapi Li Bing yang bertekad mengakhiri praktek yang kejam ini berkeras agar sang dukun menampilkan wujud Raja Naga. Karena keadaan yang telah memungkinkan untuk bertindak, Li Bing memerintahkan putranya Li Er Lang agar terjun ke sungai dan memaksa sang Raja Naga keluar. Setelah menyelam sejenak Er Lang muncul kembali sambil menyeret bangkai ular air itu ke tepi sungai. Penduduk menjadi gempar. Li Bing mengatakan bahwa sang Raja Naga yang jahat sudah dibunuh. Rakyat tak perlu khawatir akan gangguan lagi dan tak usah mengorbankan anak gadisnya setiap tahun.
Setelah itu, Li Bing mengajak rakyat untuk mengendalikan Sungai Min. Usaha ini akhirnya berhasil dan rakyat daerah itu terbebas dari bencana banjir. Untuk memperingati jasa-jasa Li Bing dan Er Lang, di tempat itu kemudian didirikan kelenteng peringatan.
Er Lang Shen banyak dipuja di propinsi Xi Chuan. Beberapa kelenteng besar yang didirikan khusus untuknya terdapat di Guan Xian dengan nama Guan Kou Miao; di Cheng Du, Bao Ning, Ya An dan beberapa tempat lainnya dengan nama Er Lang Miao (Kelenteng Er Lang). Selain Xi Chuan, propinsi Hu Nan juga memiliki beberapa Er Lang Miao yang cukup kuno.
Er Lang Shen ditampilkan sebagai seorang pemuda tampan bermata tiga, memakai pakaian keemasan, membawa tombak bermata tiga, diikuti seekor Anjing Langit (Thian Kou 天狗), kadang-kadang ditambah dengan seekor elang. Beliau dianggap sebagai Malaikat Pelindung Kota-Kota di tepi sungai. Namun sering juga ditampilkan bersama Tai Shang Lao Jun sebagai pengawal.

Cay Sin Ya 

Cay Sin Ya (財神爺) semasa hidupnya adalah seorang menteri yang bijaksana pada masa akhir Dinasti Siang (1766 - 1123 SM). Beliau adalah penitisan dari Dewata Bintang Sastra Bun Khiok Seng.
Sebagai Dewata Harta Sipil, kekuasaanya adalah menjaga harta kekayaan.

Hok Tek Cing Sin 
 
Hok Tek Cing Sin (福德正神) adalah Malaikat Bumi yang berwenang memberikan berkah rezeki (Hok Kie). Secara umum Beliau disebut Tho Tee Kong (Dewata Bumi). Perbedaanya adalah bila dipuja diatas altar lengkap dengan Pengawal Sipil dan Militer (Bun Bu Phoa Koa) Beliau disebut Hok Tek Cing Sin dan mempunyai kekuasaan lebih besar bukan kekuasaan setempat/lokal. Sedangkan bila dipuja di atas tanah Beliau disebut Tho Tee Kong tanpa pengawal dan kadang2 disertai istrinya Tho Tee Ma dengan kekuasaan setempat/lokal.

Ba Xian / Delapan Dewa 
Ba Xian [Delapan Dewa / Pat Shien] adalah Dewa-Dewi Tao yang hidup pada masa yang berbeda dan dapat mencapai kekekalan hidup. Mereka sering dilukiskan pada benda-benda porselen, patung, sulaman, lukisan dan sebagainya.
Dewa-Dewi Ba Xian menggambarkan kehidupan yang berbeda, yaitu Kemiskinan, Kekayaan, Kebangsawanan, Kejelataan, Kaum Tua, Kaum Muda, Kejantanan dan Kewanitaan.
 
Ba Xian dihormati dan dipuja karena menunjukkan kebahagiaan.
 
Kisah Ba Xian menunjukkan bahwa kita dapat mencapai kehidupan abadi dalam kebahagiaan, melalui tindakan-tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Zhongli Quan
Memiliki nama keluarga Zhongli dan hidup pada masa Dinasti Han, karena itu ia juga dikenal sebagai Han Zhongli. Zhongli Quan adalah seorang Jenderal dalam kerajaan pada masa Dinasti Han. Pada hari tuanya dia menjadi petapa dan mendalami ajaran Tao.
Biasa digambarkan sebagai laki-laki gemuk bertelanjang perut dan membawa kipas bulu yang dapat mengendalikan lautan.
Zhang Guolao
Zhang Guolao adalah kepala akademi kerajaan, namun dia mengundurkan diri untuk menjadi petapa di Gunung Chuang Tiao di Shanxi.
Memiliki keledai ajaib yang dapat membawa dirinya berjalan ribuan kilometer setiap hari. Ketika mencapai tujuan, dia mengubah keledai tersebut menjadi kertas dan Zhang Guolao melipatnya untuk dimasukkan dalam sakunya. Untuk menghidupkannya dia membuka lipatan tersebut dan meniupnya.
 
Kaisar Tang Ming Huang ingin mengangkat Zhang Guolao bekerja di istana, tetapi dia tidak bersedia meninggalkan kehidupan pengembaraannya. Setelah dua kali menghadap kaisar, pertapa ini pun menghilang entah kemana.
 
Sering digambarkan sedang menunggangi keledai secara terbalik. Simbolnya adalah tempat ikan yang terdiri dari batang bambu dengan tabung kecil yang muncul di ujungnya. Ia dipuja sebagai pembawa keturunan laki-laki.
 
Lu Dongbin
Seorang sastrawan dan petapa yang mempelajari Tao dari Zhongli Quan. Di tangan kanannya sering membawa kebutan suci pendeta Tao.
Simbol Lu Dongbin adalah pedang Pembunuh Roh Jahat dan dengan gerakan terbang yang cepat.
Sebelum mempelajari Tao, Lu Dongbin diuji dengan berbagai ujian berat oleh Zhongli Quan, yang berhasil diatasi semuanya.
Lu Dongbin dapat dikatakan sebagai salah satu Dewa yang paling tersohor dari Delapan Dewa. Ia dianggap sebagai penolong orang miskin dan pembasmi roh-roh jahat.
Li Tieguai
Memiliki nama asli Li Xuan dan hidup pada masa Dinasti Sui. Dia melambangkan cacat dan keburukan. Dia berusaha untuk meringankan beban penderitaan umat manusia. Li Tieguai memiliki sebuah tongkat besi dan bermuka hitam. Dia membawa sebuah labu yang digunakannya untuk menolong umat manusia.
 
Suatu hari, ketika rohnya pergi ke Huashan, dia memberitahukan muridnya, Lang Ling, untuk menjaga badannya dan membakarnya apabila dia tidak kembali dalam tujuh hari.
Dalam hari ke enam, Lang Ling mendapat kabar bahwa ibunya sakit keras dan sebagai seorang anak dia harus merawat ibunya. Maka dia membakar badan tersebut satu hari lebih awal.
 
Ketika roh Li Tieguai kembali keesokan harinya, dia tidak dapat menemukan badannya sehingga dia memasuki badan seorang tua yang baru saja meninggal.
Namun, orang tua tersebut ternyata cacat. Pada saat pertama, Li ingin meninggalkan badan tersebut, tetapi Lao Zi / Lao Tze ( ) membujuknya dengan mengatakan bahwa penerapan dari ajaran Tao tidak tergantung penampilan. Lao Zi lalu memberi tongkat besi kepada Li Tieguai.
Li Tieguai kadang digambarkan sedang berdiri di atas kepiting atau ditemani seekor menjangan.
Cao Guojiu
Hidup pada masa Dinasti Song dan merupakan putra dari Cao Bin, seorang komandan militer, dan saudara laki-laki dari Ratu Cao Hou, ibu dari Kaisar Yin Zong.
 
Cao Guojiu digambarkan memakai jubah kebesaran dan topi pengadilan. Di tangannya ada kertas catatan kerajaan dan sepasang alat musik kastanyet.
 
Suatu hari Zhong Li Quan dan Lu Dong Bin bertemu dengannya dan menanyakan apa yang sedang dia lakukan. Dia menjawab bahwa dia sedang belajar Tao.
 
"Apakah itu dan dimanakah itu?", mereka balik bertanya.
Pertama-tama dia menunjuk ke langit dan kemudian ke hatinya.
Lan Caihe
Sering ditampilkan berpakaian biru dengan tidak bersepatu.
 
Sambil melambai-lambaikan sepasang tongkat, ia mengemis sepanjang jalan. Lan Caihe terus menerus membacakan syair-syair yang menggambarkan kehidupan yang tidak kekal beserta kesenangan-kesenangan yang hampa.
 
Ia berkelana ke seluruh negeri sambil menyanyi dan membawa keranjang bunga. Lan Caihe terkadang terlihat seperti wanita.
Han Xiangzi
Han Xiangzi melambangkan masa muda. Dia adalah keponakan dari Han Yu, seorang menteri pada pemerintahan Kaisar Hsing Tung dari Dinasti Tang.
Simbolnya adalah sebuah suling. Seorang pecinta kesunyian, mewakili orang ideal yang senang tinggal di tempat alamiah.
Han Xiangzi sering menyusuri desa sambil meniup seruling dengan merdu sehingga menarik perhatian burung-burung dan binatang lainnya.
Han Xiangzi tidak mengenal nilai uang dan bila diberi uang akan dia sebarkan di tanah.
He Xiangu
Satu-satunya wanita diantara Delapan Dewa.
 
Berpenampilan halus dan lemah lembut, dan sering terlihat membawa bunga teratai yang dapat dipakai untuk mengobati orang sakit.
 
Kadang-kadang dia digambarkan berada di atas kelopak teratai yang terapung sambil memegang pengusir lalat.

Se Mien Fo / Maha Brahma Sahampati 
 
Di dalam catatan sutra Buddha alam Pathana Jhana Bhumi terdapat 3 alam yaitu alam Brahma Parisajja, Brahma Purohita dan alam Maha Brahma. "" Se Mien Fo "" yang juga kita kenal sebagai Maha Brahma Sahampati ( dalam bahasa thai dikenal sebagai " Phra Phom Sin Nei / Pah Pong " ) adalah penguasa dari alam Maha Brahma yang merupakan alam tertinggi dalam alam pathana jhana bhumi dan merupakan penguasa alam semesta.Dewa Brahma dianggil sebagai " Se Mien Fo " karena kewelas asihannya yang sangat besar kepada seluruh makhluk hidup, bukan hanya kepada manusia tetapi seluruh makhluk yang berwujud dan tidak berwujud sehingga ia yang dari seorang Dewa kemudian mencapai ke-Bodhi-an
Dalam sejarah para Dewa Thailand, ditulis bahwa yang pertama sekali lahir di jagad raya ini adalah Maha Brahma ( "Se Mien Fo" ) oleh karena itu dia dianggap sebagai sang pencipta oleh para Dewa dan manusia, dia dianggap sebagai Dewa terbesar karena menggerakkan alam semesta dan merupakan penguasa dari alam-alam yang ada seperti manusia, asura, yakhsa, para Dewa, dan alam-alam lainnya.
Phra Phom ( "Se Mien Fo" ) memiliki kesaktian yang tidak terbatas, keistimewaan dari Phra Phom ialah menawarkan pertolongan kepada orang yang dengan tulus bersujud dan berdoa kepada-Nya dari seluruh arah serta keyakinan penuh, dan Dia akan dengan senang hati mengabulkan permintaan mereka sehingga terlihat semua hal yang dilakukan manusia adalah adil dan bijaksana.
Phra Phom memiliki empat muka yang melambangkan empat masa penciptaan, delapan telinga yang welas kasih mendengarkan doa dari seluruh makhluk hidup, dan delapan tangan yang membawa alat-alat keagamaan yang dipercaya memiliki makna khusus yaitu
1. Tasbih ( manik-manik ) = Mengontrol karma makhluk hidup dan reinkarnasi.
2. Tangan di depan dada = Menawarkan belas kasih dan berkah kepada seluruh makhluk hidup.
3. Rumah Keong = Melambangkan kekayaan dan kemakmuran.
4. Vas Bunga ( Teko ) = Air berkat ( keinginan dipenuhi )
5. Buku ( Kitab Veda ) = Ilmu pengetahuan dan kebijkasanaan
6. Tongkat ( Tombak ) = Melambangkan daya kehendak dan kesuksesan .
7. Cinta Mani ( Bendera Kebesaran ) = Melambangkan kekuatan maha kuasa sang Buddha ( kesaktian ).
8. Roda Terbang ( Cakram ) = Untuk menangkal bahaya bencana dan celaka, menangkal setan dan juga menghilangkan semua kemuraman dan kekuatiran.
Oleh karena kewelas asihan dan kesaktian Phra Phom yang sangat besar hingga para Dewa dan alam semesta ini tunduk pada Phra Phom. Sebab itu kita yang telah menerima ajaran welas kasih Phra Phom juga dapat ikut menyelamatkan makhluk hidup lain yang ada di segala alam kehidupan.
Kekuatan dari Phra Phom memberikan bantuan atas kewajiban yang penting, menyelamati nyawa-nyawa dalam bahaya, keuntungan dalam usaha, jodoh dan sebagainya.
Dikatakan bahwa jika seseorang ingin supaya keinginannya dipenuhi, maka dia harus mendapatkan seorang penari striptease ( tarian tanpa busana ) wanita untuk mengadakan pertunjukkan di hadapan Dewa Maha Brahma sebagai persembahan. Hal ini bukan hanya salah pengertian, tapi juga penuh dosa, memojokkan dan tidak menghargai Dewa Maha Brahma.


Dewa Dapur / Chauw Kun Kong 
 
Dewa Dapur Chauw Kun Kong banyak dipuja masyarakat Tao,di mana beliau yang ditunjuk untuk mengawasi kehidupan manusia di bumi. Disebut Dewa Dapur karena dapur merupakan sumber benergi bagi rumah dan orang-orang di seluruh dunia.
Tanpa dapur,rumah belum bisa disebut rumah secara utuh
Dewa Dapur Chauw Kun Kong secara berkala (bukan setahun sekali ) naik ke kahyangan untuk memberikan laporan untuk Kaisar Langit Giok Hong Tay Tee tentang semua kebaikan dan keburukan manusia.
Namun ada satu momen,yakni pada akhir Tahun Imlek, sang dewa memberikan semacam “laporan akhir tahun” kepada Kaisar Langit.,yaitu pada tanggal 24 Cap Jie Gwee(11 Februari 2007) Untuk mengantarnya dilakukan upacara sembahyang pada 23 Cap Jie Gwee,yang disebut Chauw Kung Kong Sang Sin.
Pada upacara ini,keberangkatan Dewa Dapur diantar dengan persembahan-persembahan berupa kertas Siu Kim dan Ti Kong Kimyang ditaruh dalam hun be (kotak pengantar) untuk kemudian dibakar selesai upacara sembahyang.Pada hun be ada tulisan “ Sung Sen Jin Fu “ yang artinya
“ Menghantar Roh Suci dan memohon Berkah “.
Pada tanggal 4 bulan 1 Imlek ( Cia Gwee Che Shi ) ,Dewa dapur kembali ke bumi untuk membawa berkah dan hukuman bagi manusia sesuai dengan hasil laporan sebelumnya. Kedatangan Dewa dapur disambut upacara yang disebut Chauw Kun Kong Chi Shi.
Dalam upacara ini,dewa dapur disambut dengan upacara yang hampir sama dengan upacara mengantar Dewa Dapur ke kahyangan.
Hun be yang dibakar mempunyai tulisan “ Ing Sen Jie Fu “ yang berarti “ Menyambut Roh suci dan menerima Berkah

0 komentar:

Post a Comment